(S1) Akhir Dari Kehidupan Normal


----------------------------------------------------

Itu benar benar terjadi di hari biasa. Dimana kamu pergi kesekolah, berbincang dengan teman, mengikuti pelajaran, pulang kerumah dan bermain game, makan malam, mandi, dan pergi tidur. Setidaknya, itulah yang seharusnya terjadi.

Hari itu, aku mengucek mataku sambil masih mengantuk berjalan ke sekolah.

Tadi malam aku tidur larut karena bermain game online, dan sekarang aku harus menanggung akibatnya.

Disaat aku berangkat ke sekolah, aku menahan untuk tidak menguap saat memasuki ruang kelas.

“Pagi”

“Selamat pagi”

“Pagi… Ada apa? Kau keliatan Lelah, bro.”

Aku menyapa teman sekelasku, Kyouya Sasajima dan Kanata Ooshima.

Mereka berdua bermain game yang sama sepertiku, jadi bisa dibilang mereka teman bermain game juga.

“Yah, kalian mungkin tidak akan percaya. Aku membuat party bareng Baldie kemarin.”

“Yang benar?!”

“Yeah, asli. Jadi karena itu aku begadang.”

“Tidak mungkin. Kamu serius? Kapan itu? Setelah aku nge crash?”

Kanata juga bermain denganku saat masih setengah malam. Walaupun dia log out duluan karena dia pengin pergi tidur.

“Sialan. Kalau saja aku tahu itu bakal terjadi, aku akan bermain sedikit lebih lama!”

Dia jelas jelas kelihatan kecewa. Tapi aku mencari party karena dia sudah log out dahulu. Jika dia masih bermain, aku mungkin tidak akan berakhir ber party dengan Baldie.

“Jadi? Gimana rasanya setelah melihat Baldie dari dekat?” Pertanyaan Kyouya mengingatkanku tentang tindakan heroik Baldie.

“Orang itu tidak mungkin seorang manusia, yo,” kataku. “Bisakah kamu percaya dia menghindari sihir milik penyihir Besbel dan langsung maju menyerang?”

“Sialan, serahkan itu pada Baldie. Mereka tidak memanggilnya Skanda untuk main main.”

“Nah, tidak peduli betapa hebatnya kamu dikecepatan, kamu perlu lengan yang bagus untuk melakukan trik seperti itu. Akhirnya itu tetap disini!” Kanata memukul lengannya sendiri saat dia berbicara.

Memang benar. Bahkan jika aku memiliki status dan peralatan yang sama seperti Baldie, aku tidak yakin bisa menyamainya.

“Ahh… aku ingin dilahirkan kembali ke dunia game!”

“Berharaplah, sobat. Mau grinding level sehabis sekolah?”

“Yeah, oke.”

“Aku ikut, juga. Mari berlatih ditempat yang sulit!”

Tepat setelah percakapan kami selesai, bel sekolah berbunyi, dan kami semua kembali ke meja masing masing.

Kami tidak tahu bahwa kami tidak akan pernah bisa menepati janji itu.

“Huh?”

Ketika aku sudah duduk dan mempersiapkan untuk pelajaran, aku sadar tempat pensilku tidak ada didalam tas.

Setelah beberapa saat berpikir, aku ingat mengeluarkan tempat pensilku untuk menulis beberapa info game di notebook. Aku mungkin lupa untuk memasukkannya lagi.

“Ah, sial.”

“Apa ada yang salah?” Yuika Hasebe, seseorang yang mejanya tepat disebelah, merespon gerutuanku.

“Aku lupa tempat pensilku.”

“Oh, apakah begitu? Yah, aku kira kamu bisa meminjam ini.” Hasebe meminjamkan ku sebuah pensil dan penghapus.

“Makasih.”

“Mm-hmm. Kamu berutang permen padaku.”

“Ayolah, kamu menagihku?” Aku mengeluh, tapi aku juga tersenyum masam dan melambaikan tangan untuk menunjukkan rasa terimakasihku. Tentu, sekarang aku tahu bahwa ini hanyalah janji lain yang tidak bisa kutepati.

Lalu, ketika pelajaran sastra Jepang, hal itu terjadi.

Sangat lelah… Aku berjuang melawan rasa mengantukku yang luar biasa.

“Baiklah, kalau begitu. Tolongg perhatikan! Halaman selanjutnya halaman tigapuluh tujuh buku catatan, dimulai dari paragraf pertama. Kita lihat… Ayo minta Shinohara-san untuk menerjemahkannya, karena dia membuka handphone nya ditengah pelajaran?”

“Huh?!”

Mendengar Namanya, Mirei Shinohara berteriak kecil dan bergegas panik untuk menyembunyikan smartphonenya.

Disebelah tempat duduk Shinohara; Kengo Natsume menahan senyumnya, tapi dia jelas jelas mengggunakan handphone nya juga.

“Jangan terlalu sombong, Natsume-san. Jika Shinohara tidak bisa menjawabnya, lalu kamu yang akan menjawabnya, okay?”

Guru kamiBu Kanami Okazaki, meskipun kita semua memanggilkan Bu Okamelihat tangan Natsume juga, yang membuat beberapa orang dikelas terkekeh. (TL note : Disini mending dipanggil ‘bu’ aja atau gimana?)

Wajah Natsume berubah merah, dan dia cemberut karena orang dikelas yang menertawainya.

Orang yang tertawa paling keras adalah teman dekat dari Natsume, Issei Sakurazaki, yang sampai membalikkan badannya dibarisan kursi depan hanya untuk menunjuk dan tertawa.

“Sekaranngg. Tolong tenang, semuanyaa. Baik, apa jawabannya Shinohara-san?”

Akhirnya, diantara Shinohara dan Natsume tidak ada yang bisa menjawabnya, dan terjadi tertawaan lagi.

Suasana kelas menjadi lebih tenang saat Bu Oka mulai membaca dengan keras.

Untukku, suara dia mungkin juga sebagai lagu pengantar tidur.

Aku tahu jika aku tidak melakukan sesuatu, aku pasti akan segera tertidur, jadi aku melihat ke buku catatanku.

Hampir semua murid lainnya juga melihat ke arah buku catatan.

Sepertinya, mereka sadar jika mereka malas mereka akan berakhir seperti Shinohara dan Natsume.

Biasanya Bu Oka sangat baik dan ramah, tapi jika dia menemukanmu sedang skip kelas atau bermain main, dia tidak kenal ampun.

Sementara itu, mataku terhenti ke murid tertentu.

Apa yang menjadi perhatianku adalah perempuan yang duduk di kursi depan kiriku. Kita memanggilnya Rihoko, tapi itu bukan nama aslinya.

Itu singkatan dari “Real Horror” dengan “ko” diakhir yang membuat itu jadi nama perempuan.

Dia benar benar menyeramkan, semua kulit dan tulang, selalu dengan wajah pucat masam.

Aku tidak suka ngomongin orang, meskipun begitu, sesuatu tentang dia tidak membuatku tidak nyaman.

Seolah olah mengabaikan perjuang melawan rasa ngantukku, dia terang  terangan tidur di mejanya.

Dengan tidak nyaman, aku mengalihkan padanganku dari Rihoko.

Dan kemudian aku melihat itu. Retakan.

Aku pikir murid lain tidak ada yang sadar.

Ditengah tengah kelas, diatas kepala kita yang normalnya sebuah ruang kosong, ada sebuah retakan di udara. Aku tidak tahu harus menyebutnya apa. Tidak hanya itu, tapi itu dengan cepat membesar. Sobekan diudara terlihat seperti akan meledak kapan saja.

Meskipun aku menatapnya langsung, aku sangat terkejut bahwa tidak ada hal yang bisa aku lakukan.

Bahkan jika aku bisa melakukan suatu hal, itu mungkin tidak akan merubah apa yang terjadi…

Retakan itu terbelah lebar. Diwaktu yang sama, aku merasa sangat, sangat sakit.


Dan lalu akutidak, kita semuamati.



Comments

Popular posts from this blog

idstori situs informatif untuk kebutuhan anda

Informasi sejarah dunia terlengkap hanya di sezaman

Yoo In Na and Jennie BLACKPINK become the Top Most Popular Korean Female Ad Models in March