(S6) Latihan


---------------------------------------


Katia dan aku sedang bermalas malasan.

Kami berdua telah berlatih di halaman kastil untuk mencoba menaikkan level skill.

Yah, sebenarnya, kita bertiga jika kamu ikut menghitung Fei.

Bagaimanapun, kami telah selesai beberapa waktu lalu dan sedang beristirahat di taman, melihat ke arah bunga bunga.

“Ahhh, tadi itu sulit. Statusku yang berhubungan dengan sihir bagus, tapi status fisikku masih perlu beberapa latihan.” Karena Sue tidak ada disekitar, hari ini Katia berbicara dengan bahasa Jepang.

“Yeah. Tapi masih saja, reflek kita menjadi lebih baik daripada di kehidupan lama kita, dan sekarang jauh lebih mudah untuk mengembangkannya dengan latihan.”

“Benar. Dulu seperti terlihat sia sia ketika kita harus berlari marathon disekolah dan hal hal lainnya, tetapi setiap kali kamu lari disini melatih staminamu.”

Didunia ini, skill dan status hanya akan berkembang ketika akmu menggunakan mereka.

Karena aku masih belum naik level, satu satunya jalan aku bisa memperkuat statusku adalah dengan berlatih dengan cara lama.

Tetapi latihan cara lama harus dilakukan untuk menjadi lebih kuat.

Itu sulit, tetapi ketika kamu tahu itu terbayarkan, jauh lebih mudah untuk tetap termotivasi.

“Kamu mungkin seorang gadis sekarang, tetapi dalamnya kamu masih lelaki. Secara pribadi, aku tidak punya keinginan berlatih dengan sangat keras.”

“Meskipun kamu bilang begitu, tetapi kamu latihan juga.”

“Yah, aku tidak punya banyak pilihan.”

“Maksudmu?”

“Yah, aku seharusnya tidak berlatih secepat sekarang ketika aku sudah tidak didalam telur atau barusan menetas, tapi sebenarnya aku nyaris mati.”

“Huh? Sejak kapan? Aku tidak tahu.”

“Yah, tentu kau tidak tahu. Aku belum pernah cerita.”

“Jadi apa yang terjadi?”

“Kamu tahu kalau aku ditemukan di dungeon bernama Great Elroe Labyrinth(Labirin besar elroe), kan? Yah, waktu itu sebenarnya cukup bahaya. Sepertinya, aku berada disarang laba laba, dan dia hampir memakanku.”

“Serius?”

“Iya. Namun laba laba itu ternyata termasuk ke spesies tipe rendah, jadi dia tidak bisa menghancurkan cangkang dan akhirnya menyerah.” (TL: Ternyata telur yang kumo temuin…)

“Whoa, itu nyaris saja.”

“Lalu, kamu mungkin bisa saja mati sebelum dilahirkan.”

“Benar. Tidak seperti di Jepang, kamu bisa terbunuh kapanpun didunia ini, jadi kamu tidak punya pilihan selain menjadi sekuat yang kamu bisa. Selain itu, aku harus berevolusi.”

Evolusi terjadi ketika seekor monster telah memenuhi suatu kondisi, seperti mencapai suatu level. Biasanya, setelah berevolusi akan ada penampilan baru, status yang lebih baik, dan sebagainya.

“Kamu dengar dari Anna-san, kan? Jika aku tidak berevolusi dalam sepuluh tahun, aku akan mati.”

Spesies Fei saat ini adalah seekor monster yang disebut Elroe kolift, yang mana punya jangka hidup yang pendek.

Untuk memperpanjang hidupnya, dia harus berevolusi.

Oleh karena itu, Fei harus mengalahkan monster lain dan menaikkan levelnya.

Dan jika Fei menginginkan itu, dia harus menjadi lebih kuat.

Tidak seperti kami, Fei punya alasan untuk menjadi lebih kuat.

Itulah kenapa dia secara sukarela bergabung ke sesi latihan kami.

“Jadi? Bagaiamana perkembanganmu?”

“Skill Instantaneous, Persistent, Strength, dan Solidityku sekarang naik ke level 8.”

Aku barusan menggunakan batu Appraisal ditanganku untuk mengecek status. Batu ini level 9, milik keluarga Katia.

Barang ini dianggap sebagai harta nasional, namun Katia dengan santai meminjam batu itu dari rumahnya. Aku berpikir pikir apakah duke baik baik saja dengan itu, tetapi karena ini nyaman, aku putuskan bersyukur dan menggunakannya.

“Skill mu naik dengan cepat, ya. Apakah ini karena perbedaan bakat atau apa?”

Katia terlihat sedikit frustasi.

Bahkan meskipun kita melakukan hal yang sama, aku naik level lebih cepat(skillnya). Didunia ini, semua orang bisa menjadi kuat dengan berusaha, tetapi kecepatan perkembangannya berbeda beda.

Mereka bilang itu karena perbedaan bakat.

“Maksudku, di keluarga duke selama ini mereka memanggilku jenius. Bagaimana bisa kamu lebih cepat berkembang daripadaku? Kamu cheat sialan!”

“Kamu juga harus membagikan bakat itu padaku.”

Aku menghindari tatapan iri Katia dan Fei. Tidak ada yang bisa aku lakukan…

Skill Katia dan Fei juga semakin kuat, tetapi tidak sekuat milikku. Untuk beberapa alasan, Fei punya Fire Resistance dan Petrification Resistance, jadi aku sedikit iri tentang itu. Namun aku menyadari dia akan marah jika aku bilang hal itu, jadi aku tetap diam.

“Ngomong ngomong, sudahkan kamu menggunakan skill point?”

“Belum, aku masih belum bisa memutuskannya, jadi aku masih menyimpan mereka.”

“Oh, aku paham maksudmu. Kamu ingin menyimpan itu sampai ketika ada yang penting, kan?”

Skill point bisa digunakan untuk mendapatkan skill baru atau menambah keahlian level skill yang sudah kamu punya.

Biasanya, orang orang lahir tanpa punya skill point, tapi mungkin sebagai bonus reinkarnasi, Katia, Fei, dan aku punya banyak sejak lahir.

“Kamu punya seratus ribu point? Kamu curang, sialan!” (TL: sebenarnya ada kata bourgeois cuma bingung indonesianya apa…)

“Hey, ini bahkan lebih parah dari sebelumnya!”

Aku benar benar belum menggunakannya sama sekali.

Awalnya, aku ingin mendapatkan skill sihir, tetapi Annda bilang padaku untuk tidak menggunakan sihir, jadi aku berhenti. Dia mungkin belum sadar aku punya skill point, tapi mengambil keuntungan dari itu dan mendapatkan skill diam diam terasa seperti mengkhianatinya.

Sejak itu, aku belum punya pikiran untuk menggunakan skill point.

“Apakah itu artinya kamu sudah menggunakan milikmu?”

“Hanya seratus points kugunakan untuk dapat Telepathy.”

“Bagaimana denganmu, Katia?”

“…Hanya seribu.”

Jika aku ingat dengan benar, Katia punya 50.000 points.

Berdasarkan tingkah lakunya selama pembicaraan, aku pikir dia sudah menggunakan semuanya, tetapi ternyata dia baru sedikit memakainya.

“Apa yang kamu dapat?”

“…Tidak akan kuberitahu.”

“Apa? Ayolah, bilang saja.”

“…Kamu janji tidak tertawa?”

“Yeah, aku janji. Lalu apa itu?”

“Oh, aku sudah siap tertawa, jangan khawatir.” (TL : ini Fei jelas…)

“Hey! Ugh, terserahlah. Aku mengambil Appraisal, oke?”

Aku tidak tertawa, tetapi aku mungkin terlihat bingung.

Tanpa berpikir, aku melihat kearah Fei.

Appraisal itu setidaknya salah satu skill yang harusnya tidak kamu ambil.

Jika ada sesuatu, aku benar benar penasaran kenapa dia melakukan itu.

“Kenapa kamu pilih itu?”

“Mau bagaimana lagi! Appraisal itu pokok cerita reinkarnasi. Sulit untuk mendapat informasi didunia baru, kan? Jadi jika ini sebuah novel atau semacamnya, sang tokoh utama akan sangat cocok dengan Appraisal. Aku hanya ingin melakukan itu juga…”

“Namun sepertinya Appraisal adalah skill nomer satu yang paling jelek. Kenapa kamu menggunakan point untuk mendapat itu, meskipun sudah tahu?”

“Dengarkan aku, aku belum tahu saat itu! Aku masih bayi ketika mendapat skill itu! Kamu ingat betapa sulitnya untuk memahami sesuatu, kan? Jadi tentu saja aku ingin setidaknya mendapat lebih banyak informasi. Dan jadi aku mulai berpikir tentang Appraisal, Word of God berbicara padaku! Jadi tentu saja aku memilih itu karena dorongan hatiku!” (TL: Word of God=Divine Voice kumo manggilnya)

Yeah, masuk akal jika dia bilang begitu.

Aku ingat kegelisahanku ketika aku masih belum tahu apa apa.

Tidak bisa tahu apa yang sedang orang orang bicarakan disekitarku membuat diriku stress juga.

Dan karena Word of God berbicara dalam bahasa Jepang, normal kalau kamu ingin mendengar itu.

“Jadi Appraisal sampai seburuk itu?”

“Yeah. Ini jelek. Benar benar tidak berguna kecuali sudah dilevel tinggi, setiap kali menggunakannya kepalaku pusing, tambahan lagi, kamu tidak akan mendapat keahlian dari menilai benda yang sama kecuali kamu menunggu untuk waktu yang lama, jadi sangat sulit untuk naik level. Aku terus berusaha untuk menaikkan keahlianku setiap kali ada waktu luang, tapi saat ini masih level 4. Ini membuat hatiku sakit.”

Hanya dengan mendengarnya saja sudah mengesalkan.

Masih memegang batu Appraisal, aku menilai bagian skill point ku.

Seketika setelah aku melakukannya, daftar dari skill yang tersedia tertampang, ditambah dengan skill point yang dibutuhkan untuk mendapatkannya.

Aku terus melihatnya sampai aku menemukan skill Appraisal.

“Oh, hey,, aku bisa mendapatkan Appraisal dengan 100 point.”

“Apa? Yang benar?”

Seratus point adalah jumlah terendah yang dibutuhkan untuk mendapatkan skill apapun.

Skill yang bisa diperoleh dengan seratus point biasanya antara memang tidak efektif atau sangat cocok dengan pemakainya.

Fakta kalau Katia harus memakai 1000 point untuk mendapatkan Appraisal membuktikan kalau itu bukan skill yang tidak efektif.

Tentu, itu memang tidak membantu sama sekali saat masih level rendah, tapi ini akan sangat berguna jika dinaikkan ke level yang cukup tinggi. Harga yang murah berarti aku sangat cocok dengan skill Appraisal.

Setelah ragu sesaat, aku mengambil Appraisal.

Sisa skill pointku tinggal 99,900.

“Aku mendapat Appraisal.”

“Apa? Yang benar?” Katia mengulangi kata kata itu lagi. “Yah, jangan mengeluh padaku jika nanti kamu menyesalinya.”

“Yah, aku akan mengabaikannya jika aku menyesal. Lagipula aku masih punya banyak point.”

“Kau tahu, tidak ada seorang yang menyukai lelaki tanpa rencana.”

Untuk saat ini, aku putuskan untuk menyimpan sisa pointku untuk waktu yang lebih penting.


Comments

Popular posts from this blog

idstori situs informatif untuk kebutuhan anda

Informasi sejarah dunia terlengkap hanya di sezaman

Yoo In Na and Jennie BLACKPINK become the Top Most Popular Korean Female Ad Models in March